Sabtu, 28 April 2012

Resensi Novel


Jangan Menilai Sesuatu dari Luarnya Tapi Nilailah Juga Dalamnya

Style memang penting untuk membentuk image seseorang . bahkan style almost everything bagi kepribadian. Tapi sebenarnya style dan  kepribadian harus seimbang.  Nggak bagus juga kan, kalau style-nya bagus tapi kepribadianya jelek. Begitu juga sebaliknya.

Judul Buku  : Canting Cantiq
Pengarang    : Dyan Nuranindya
Penerbit       : Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Harga          : Rp. 30.000
Cetakan      : Pertama, Juli 2009
Ukuran        : 13.5 x 20Tebal           : 208 halaman
ISBN-10      : 979-22-4735-1
ISBN-13      : 978-979-22-4735-0

        Dyan Nuranidya Merupakan penulis muda kelahiran Jakarta, 14 Desember 1985. Lebih sering mengagumi karya orang daripada karyanya sendiri. Bercita-cita sebagai dokter spesialis jiwa, namun malah lulus dari S1Manajemen ABFII Perbanas Jakarta. Penikmat segala jenis buku. Bahkan buku-buku yang sama sekali tidak dimengertinya. Lebih sering kalap kalau ke toko buku daripada ke toko baju. Fans berat film-film buatan Tim Burton yang terkesan dark dan aneh yang membuatnya ikutan ngefans dengan aktor Johnny Depp.
Canting Cantiq merupakan novel remaja ke-3 karya Dyan Nuranindya setelah novel sebelumnya Dealova (2004) dan Rahasia Bintang (2006). Novel ini diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2009.
Canting Cantiq merupakan novel pertama dari 4 novel yang rencananya akan diterbitkan. Tokoh utama ketiga novel selanjutnya merupakan tokoh-tokoh yang juga terdapat di dalam novel Canting Cantik
Meskipun menggunakan bahasa yang ringan, karena dibuat untuk remaja, namun tetralogi novel tersebut sengaja memasukan unsur Indonesia di masing-masing novelnya

SINOPSIS:
Di novelnya yang berjudul Canting Cantiq ini Dyan Nuranindya menceritakan tentang seorang gadis cantik berkehidupan sempurna bernama Melanie Adiwijoyo. Melanie Adiwidjoyo yang biasa di panggil Mel ini, mempunyai cita-cita menjadi model Internasional. Ia mempunyai fasion taste yang tinggi. Hobinya adalah mengomentari style seseorang yang menurutnya tidak enak dipandang oleh mata indahnya. Penyakitnya adalah Insomnia.
Mel adalah gadis sombong dan manja yang hidup bersama ayahnya, Aryo Adiwijoyo. Ia adalah pengusaha ternama di Jakarta. Karena ada masalah, perusahaan ayahnya bangkut dan impian Mel hancur lah sudah. Demi memperbaiki perusahaannya, Ayah Mel terpaksa mengirim Mel ke Jogja untuk tinggal bersama eyangnya, Eyang Santoso.
Siapa sangka kalau di Jogja, Eyang Santoso nggak tinggal sendiri. Ia tinggal dengan cucu-cucu angkatnya yang punya penampilan aneh-aneh. Ada Dara, Dido, Aiko, Saka, Ipank, Jhony, dan Bima.
      Dara adalah  cewek tomboy dengan rambut highlight pink yang sangat sibuk dengan rutinitasnya sebagai penyiar radio. Dido adalah b
      Aiko adalah cewek berwajah oriental yang doyan banget pake minyak telon karena badannya sangat kurus. Hobinya memakai baju kardingan yang kebesaran. Jadi, kalau dia pakai baju yang minim dia pasti langsung masuk angin. Lalu Ipang adalah cowok yang emosian. Dia adalah mahasiswa pentolan senat yang hobinya naik-turun gunung, Dia naksir berat pada Aiko dan tak pernah berani mengutarakan isi hatinya. Kebiasaan buruka adalah naik pohon mangga di atas jam dua belas malam karena dia mempunyai penyakit yang sama seperti Mel, insomnia.
      Jhony adalah cowok yang punya rambut kribo yang punya kebiasaan mewek kalau sedang nonton sineteron. Dia setia banget dengan motor vespa warna pinknya, dan dia nggak pernah memakai baju yang matching, maklum lah dia kan buta warna. Bahkan dia ngotot bahwa vespanya itu warna oranye ngejreng. Dia itu SKSD (sok kenal sok deket) banget sama orang yang baru dikenalnya. Dia termasuk cowok yang terkenal karena rambutnya yang freak itu. Lalu Saka adalah cowok berpenampilan tradisional yang hobinya memainkan wayang. Dia punya cita-citamenjadi anak band.
       Yang terakhir Bima, dia adalah cucu pertama J.B Montaimana yang memiliki perusahaan besar yaitu Montaimana Group. dia tinggal di Jogja karena ada semacam tes yang diberikan orang tuanya dan hanya bisa di lakukan di Jogja. Di Jogjya bima harus memulai semuanya dari nol tanpa membawa nama besar keluarganya. Tidak ada yang tahu bahwa Bima adalah pewaris dari Montaimana Group. mereka hanya tahu bahwa Bima adalah pelayan di Kafe Soda yang ternyata Kafe itu adalah miliknya sendiri. Dia adalah lelaki paling normal yang ada di rumahnya Eyang. Dan dia juga satu-satunya cowok yang bisa menjatuhkan hati seorang Melanie Adiwijoyo.
      Mereka semua sudah dianggap sebagai cucu oleh Eyang Santoso. Rumah Eyang Santoso menjadi tempat kos-kosan bagi anak yang kreatif dan inovatif seperti mereka. Rumah eyang santoso terletak di Jl. Solidaritas nomor 124, yang di singkat jadi SODA124 dibaca SODARA. Mereka disebut sebagai anak-anak Soda.
      Disana Mel juga bertemu dengan desainer kebaya bernama Aryati Sastra yang getol mengajarinya menjahit. Aryati sastra berhasil mengubah pendapat Mel bahwa ia punya bakat sebagai fasion designer bukan hanya sebagai model Internasional. Kebiasaan fasion police Mel yang mendukung pendapat Mel bahawa ia bercita-cita sebagai model Internasional. Teryata tidak, itu hanya dari sudut padang Mel saja. Ia tak pernah berfikir akan menjadi fasion designer, karena itu membutuhkan kesabaran dan ketelitian yang tinggi.
      Mel merasa Batik dan Kebaya adalah pakaian yang kuno. Fasion designer adalah pekerjaan yang sulit dan hanya membuang-buang waktu. Tapi pikiran itu sudah Mel buang jauh-jauh saat Mel sudah mengetahui iner beauty dari batik dan kebaya. Dan fasion designer memang pekerjaan yang penuh kesabaran dan ketelitian, tapi kalau dia mengerjakannya dengan hati yang ikhlas semuanya akan terasa mudah.
      Saat Mel tau dia akan tinggal bersama anak-anak Soda yang aneh-aneh, Mel merasa tidak akan kuat tinggal di Jojga. Tapi ternyata keanehan mereka membuat Mel belajar sesuatu yang sangat pening yaitu “Tidak peduli seberapa anehnya seseorang, tidak peduli seberapa kunonya seseorang, saat orang itu bersama kita, kita akan tau seberapa baiknya orang tersebut. Karena kepribadian seseorang tidak bisa dilihat dari penampilannya.”
PENDAPAT: 
      Novel ini sangat menarik untuk dibaca. Tidak ada kesalahan pengetikan, kata-katanya sangat simple dan cocok untuk para remaja yang sedang ada dalam masa puber, karena di bumbui oleh kisah cinta yang sangat menggetarkan hati, seperti menonton sineteron.
      Dan lagi, sekarang kita berada dalam era globalisasi. Model pakaian asing yang sedang ngetrend pasti langsung menyebar dan menjadi trendcenter dalam urusan fasion. Tapi novel ini menyadarkan kita bahwa bukan hanya pakaian luar negeri yang bisa menjadi trendcenter. Tapi Indonesia walaupun bukan menjadi trendcenter, paling tidak bisa menjadi trendsetter dengan batik, yang asli berasal dari Indonesia.
      Kini batik sudah dipakai oleh model Internasinal seperti yang ada dalam kutipan kalimat di halaman 115, “Adidas sudah menggunakan batik sebagai motif topinya. Mariah Carey juga punya gaun batik. Bill Clinton, Nelson Mandela, dan selebriti red carpet banyak yang mengagumi dan memakai batik buatan Indonesia. Seharusnya kita bangga menjadi orang Indonesia…”, halaman 199 “Saat ini di mal-mal, kafe, restoran, dan tempat-tempat nongkrong anak muda penuh dengan remaja yang yang mengenakan batik. Jadi susah dibedain mana yang trendsetter dan mana yang follower.”
            Saat pertama membaca novel ini saya pikir Judul dan isinya tidak cocok. Karena, apa urusannya Canting yang Cantiq dengan seorang gadis yang sombong? Tapi ternyata saat saya baca sampai akhir, Canting Cantiq adalah label pakaian yang dibuat dan di desain sendiri oleh Melanie. Saya tersadarkan bahwa benar apa yang ada di novel ini, bahwa jangan menilai sesuatu dari luarnya tapi nilai juga dari dalamnya.
            Novel ini bisa merubah pikiran anak muda yang sudah tidak peduli lagi dengan kebudayaan Indonesia, menjadi lebih mencintai, menghargai, dan mengembangkan kebudayaan Indonesia.